Wednesday, August 1, 2018
Ngamen pakai Ondel-Ondel: Degradasi atau Sebuah Promosi?
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan budaya. Terdapat lebih dari 300 kelompok suku etnik dan 1.340 suku bangsa yang mengisi pulau-pulau Nusantara. Bumi pertiwi yang sejak dulu kala telah menjadi tempat singgah para pelancong mancanegara hingga penjajah, dari waktu ke waktu kian berubah. Siang itu di sebuah kampus negeri di ibu kota, alunan lagu “Sirih Kuning” terdengar. Rupanya asal suara itu dari sebuah kaset rekaman yang dibawa menggunakan gerobak kecil oleh seorang anak-anak remaja. Anak-anak itu dikawal, kadang juga mengawal, dua buah boneka bertubuh besar bernama ondel-ondel.
Di balik busana ondel-ondel itu, terdapat seorang anak yang usianya sekitar 10 tahun. Mereka berjalan dan tentunya sambil bergoyang melewati gang-gang sempit hingga jalan raya. Goyangan itu kini membuat boneka ondel-ondel terasa lebih humanis, humoris dan manis. Hehehe... Lucu rasanya mengingat dulu teman saya sering menangis jika melihat ondel-ondel karena wajahnya yang garang. Namun berkat anak-anak remaja itu, kesan ondel-ondel menjadi lebih menyenangkan.
Berbeda dengan pertunjukan aslinya, anak-anak itu tidak memainkan musik secara manual. Seperti yang sudah saya jelaskan, musik itu telah digantikan dengan kaset rekaman. Selain itu, jika dilihat dari sejarahnya, ondel-ondel adalah boneka untuk mengusir roh jahat. Namun pada zaman sekarang ini, generasi Z lebih mengenalnya sebagai pengamen jalanan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan budayawan.
Dilansir oleh tirto.id, Alwi Shahab, budayawan Betawi, menganggap penggunaan ondel-ondel sebagai media untuk mengamen dianggap kurang pantas. Sedangkan Embenk, salah satu budayawan yang juga pengrajin ondel-ondel, tidak masalah mengenai hal itu. Menurutnya penggunaan ondel-ondel sebagai media mengamen dapat meningkatkan popularitas di mata masyarakat luas serta wisatawan. Mengingat bahwa Jakarta merupakan “pusat” wilayah Indonesia. Lagi pula, menurutnya fungsi ondel-ondel sebagai tolak bala sudah tidak sesuai dengan keadaan zaman sekarang.
Lain lagi menurut J.J. Rizal. Sejarawan ini berpendapat bahwa ondel-ondel memang pada hakikatnya dapat digunakan untuk mengamen. Sebab, dengan berkelilingnya boneka setinggi 2,5 meter ini dipercaya dapat membuat kampung yang dilaluinya mendapatkan keberkahan dan dijauhkan dari bala. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, masyarakat akan menyawer boneka ini sebagai rasa terima kasih atas pengusiran roh jahat tersebut.
Kalau menurut kamu bagaimana, my luvvv?
Aku sih terserah Mas Anang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Penipu Popok & Susu di Instagram
Saya ga mau panjang lebar, penipu tsb mengatasnamakan ULI ELISA dengan nomor rekening Bank BRI No.Rek: 0171-0101-4789-530. Nomor yg dipakai ...
-
ANALISIS PUISI-PUISI “IBU” PADA BUKU KUMPULAN PUISI MELIHAT API BEKERJA KARYA M AAN MASNYUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK Aprilia...
-
Sastra bandingan adalah studi perbandingan dua karya sastra atau lebih atau perbandingan karya sastra dengan bidang lain, misalnya filsafat...
-
Sastra (Sanskerta: शास्त्र , shastra ) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra , yang berarti "teks yang mengandung instru...
No comments:
Post a Comment