Rindu
Bising di sini
Asing di sana
Thursday, August 30, 2018
Monday, August 6, 2018
Pusing (Puisi Iseng) IV
Kita terlalu sibuk mengutuk jarak dan waktu
hingga lupa bahwa rindu
bisa dikirim melalui Sang Pencipta
meskipun rentang kita terlampau jauh
Doa akan selalu sampai, ujarmu
Semoga saja, jawabku
Tangerang, 6-8-18
Terinspirasi dari tweet @fermendkis
hingga lupa bahwa rindu
bisa dikirim melalui Sang Pencipta
meskipun rentang kita terlampau jauh
Doa akan selalu sampai, ujarmu
Semoga saja, jawabku
Tangerang, 6-8-18
Terinspirasi dari tweet @fermendkis
Wednesday, August 1, 2018
Rekomendasi Buku Bergenre Thriller Karya Akiyoshi Rikako
Haloooo, kalian tau ga sih ternyata membaca itu selain bisa menambah wawasan tapi juga bisa mengurangi tingkat tekanan stres. Misalnya saja saat membaca buku yang isinya ringan, seperti novel, komik dan buku tabungan. Hmm, kalau buku tabungan sih bisa berbeda ya tergantung si pemilik tabungan. Hihihi..
Nah, kali ini saya punya rekomendasi buku bertema horor dan thriller buat kalian nih. Keenam buku di bawah ini adalah buku-buku best seller karangan novelis ternama dari Jepang, yaitu Akiyoshi Rikako. Penasaran? Yuk disimak ya!
1. Girls in the Dark
Gadis itu mati. Ketua Klub Sastra, Shiraishi Itsumu, mati. Di tangannya ada setangkai bunga lily. Pembunuhan? Bunuh diri? Tidak ada yang tahu. Satu dari enam gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu. Seminggu sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang mantan ketua mereka dengan cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi...
2. The Dead Return
Suatu malam, aku didorong jatuh dari tebing. Untungnya aku selamat. Namun, saat aku membuka mataku dan menatap cermin, aku tidak lagi memandang diriku yang biasa-biasa saja. Tubuhku berganti dengan sosok pemuda tampan yang tadinya hendak menolongku. Dengan tubuh baruku, aku bertekad mencari pembunuhku. Tersangkanya, teman sekelas. Total, 35 orang. Salah satunya adalah pembunuhku.
3. Scheduled Suicide Day
Ruri yakin ibu tirinya telah membunuh ayahnya. Tak sanggup hidup bersama ibu tirinya, Ruri bertekad bunuh diri untuk menyusul ayahnya. Ruri akhirnya pergi ke desa yang terkenal sebagai tempat bunuh diri, tapi dia malah bertemu dengan hantu seorang pemuda yang menghentikan niatnya. Hantu itu berjanji akan membantu Ruri menemukan bukti yang disembunyikan oleh ibu tirinya, dengan janji dia akan membiarkan Ruri mencabut nyawanya seminggu kemudian jika bukti tersebut ditemukan. Itulah jadwal bunuh diri Ruri: satu minggu, terhitung dari hari itu.
4. Absolute Justice
Seharusnya monster itu sudah mati.
5. Silence
Miyuki dibesarkan di Yuki-no-Shima, sebuah pulau terpencil yang konon dilindungi oleh Simatama-san, dewa penjaga pulau. Miyuki yang bermimpi menjadi artis akhirnya keluar dari pulau itu dan tinggal di Tokyo, meskipun ditentang oleh kedua orangtuanya. Setelah lama tidak pulang, akhirnya tahun ini Miyuki akan pulang bersama dengan Toshiaki, kekasihnya. Meski awalnya Miyuki tidak menyadarinya, tapi sepertinya Simatama-san tahu ada yang tidak beres dengan Toshiaki. Apa pun yang terjadi, Shimatama-san pasti melindunginya, kan?
6. Holy Mother
Terjadi pembunuhan mengerikan terhadap seorang anak laki-laki di kota tempat Honami mengkhawatirkan keselamatan putri satu-satunya yang dia miliki. Pihak kepolisian bahkan tidak bisa dia percayai. Apa yang akan dia lakukan untuk melindungi putri tunggalnya itu?
Nah, Sobat Pandora. Itu tadi adalah sinopsis dari novel-novel keren terbitan Penerbit Haru. Buat kalian yang penasaran tentang ulasannya, bisa dilihat dari situs goodreads, ya! Buat penggemar horor dan thriller dijamin ngga bakal nyesel deh. Jangan lupa baca dan jangan lupa bahagia, Sobat Pandora! Tabik.
Teks Anekdot: Pak Haji di Pulau Rapi
Pak Haji di Pulau Rapi
Penulis: Aprilia Larasati
Di suatu hari awal bulan Juli yang terik, namun udaranya cukup dingin, tampak seorang laki-laki paruh baya bernama Pak Jang, menghampiri seorang ibu rumah tangga bernama Bu Tak, pemilik Takdungdung Homestay.
Mereka sedang berbincang, atau mungkin berdebat, tentang kepemilikan tanah di daerah Pulau Rapi. Suami Bu Tak yang tipe susis atau suami takut istri saat itu sedang membenarkan genting yang bocor di atas hanya bisa geleng-geleng dan tetap di sana supaya tidak ikut-ikutan kena semprot istrinya.
Keduanya tampak berwajah masam dan saling beradu pandang. Hingga seroang pemuka agama bernama Pak Haji -- yang tetap dipanggil Haji walau belum pernah beribadah ke tanah suci, karena lengkapnya Muhajidin – datang dengan mengucap salam.
“Assalammualaikum, akhi, ukhti.”
“Alaikum salaam, Pak Haji.”, jawab keduanya sambil tersenyum.
Kemudian senyum itu kembali memudar saat keduanya mengarahkan pandangan kepada satu sama lain.
Melihat kedua orang itu beradu argumen, Pak Haji yang bak peramal tahu betul apa yang sedang mereka bicarakan. “Ehem.”, dehamnya menghentikan perseteruan itu.
“Masalah tanah?” tanyanya.
“Iya, Pak Haji. Orang jelas-jelas ini tanah dari nenek moyang saya kok diakui sembarangan sama orang ini!” ucap Bu Tak.
“Loh, di surat ini sudah jelas. Pemilik tanah ini ya sayalah orangnya!” saut Pak Jang tak ingin kalah.
Pak Haji hanya terdiam mendengarkan pembelaan dari keduanya. Alih-alih memberikan belaan, 5 menit sudah Pak Haji hanya terdiam saja. Pak Jang yang mulai kebingungan baru akan membuka mulut, namun dengan cepat disela oleh Pak Haji. “Begini saudaraku sekalian, perkara tanah ini biarlah kita selesaikan secara kekeluargaan. Kita ini kan diciptakan dari tanah, tanah ini adalah ciptaan yang di atas. Dan yang kalian perebutkan ini apa?”.
“Tanah, Pak Haji.” Jawab keduanya.
“Jadi tanah ini milik siapa?”.
“Milik yang di atas, Pak Haji.”
Sambil menengok ke atas, Pak Haji memandang Pak Kus, suami Bu Tak.
“Sudah tau kan sekarang tanah ini milik siapa? Milikmu Pak Kus! Assalammualaikum.” seru Pak Haji sambil berlalu.
Nah itu tadi contoh teks anekdot dari saya. Maaf kalo garing ya, namanya juga usaha heheheheheh.. 😆✌
Penulis: Aprilia Larasati
Di suatu hari awal bulan Juli yang terik, namun udaranya cukup dingin, tampak seorang laki-laki paruh baya bernama Pak Jang, menghampiri seorang ibu rumah tangga bernama Bu Tak, pemilik Takdungdung Homestay.
Mereka sedang berbincang, atau mungkin berdebat, tentang kepemilikan tanah di daerah Pulau Rapi. Suami Bu Tak yang tipe susis atau suami takut istri saat itu sedang membenarkan genting yang bocor di atas hanya bisa geleng-geleng dan tetap di sana supaya tidak ikut-ikutan kena semprot istrinya.
Keduanya tampak berwajah masam dan saling beradu pandang. Hingga seroang pemuka agama bernama Pak Haji -- yang tetap dipanggil Haji walau belum pernah beribadah ke tanah suci, karena lengkapnya Muhajidin – datang dengan mengucap salam.
“Assalammualaikum, akhi, ukhti.”
“Alaikum salaam, Pak Haji.”, jawab keduanya sambil tersenyum.
Kemudian senyum itu kembali memudar saat keduanya mengarahkan pandangan kepada satu sama lain.
Melihat kedua orang itu beradu argumen, Pak Haji yang bak peramal tahu betul apa yang sedang mereka bicarakan. “Ehem.”, dehamnya menghentikan perseteruan itu.
“Masalah tanah?” tanyanya.
“Iya, Pak Haji. Orang jelas-jelas ini tanah dari nenek moyang saya kok diakui sembarangan sama orang ini!” ucap Bu Tak.
“Loh, di surat ini sudah jelas. Pemilik tanah ini ya sayalah orangnya!” saut Pak Jang tak ingin kalah.
Pak Haji hanya terdiam mendengarkan pembelaan dari keduanya. Alih-alih memberikan belaan, 5 menit sudah Pak Haji hanya terdiam saja. Pak Jang yang mulai kebingungan baru akan membuka mulut, namun dengan cepat disela oleh Pak Haji. “Begini saudaraku sekalian, perkara tanah ini biarlah kita selesaikan secara kekeluargaan. Kita ini kan diciptakan dari tanah, tanah ini adalah ciptaan yang di atas. Dan yang kalian perebutkan ini apa?”.
“Tanah, Pak Haji.” Jawab keduanya.
“Jadi tanah ini milik siapa?”.
“Milik yang di atas, Pak Haji.”
Sambil menengok ke atas, Pak Haji memandang Pak Kus, suami Bu Tak.
“Sudah tau kan sekarang tanah ini milik siapa? Milikmu Pak Kus! Assalammualaikum.” seru Pak Haji sambil berlalu.
Nah itu tadi contoh teks anekdot dari saya. Maaf kalo garing ya, namanya juga usaha heheheheheh.. 😆✌
Ngamen pakai Ondel-Ondel: Degradasi atau Sebuah Promosi?
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan budaya. Terdapat lebih dari 300 kelompok suku etnik dan 1.340 suku bangsa yang mengisi pulau-pulau Nusantara. Bumi pertiwi yang sejak dulu kala telah menjadi tempat singgah para pelancong mancanegara hingga penjajah, dari waktu ke waktu kian berubah. Siang itu di sebuah kampus negeri di ibu kota, alunan lagu “Sirih Kuning” terdengar. Rupanya asal suara itu dari sebuah kaset rekaman yang dibawa menggunakan gerobak kecil oleh seorang anak-anak remaja. Anak-anak itu dikawal, kadang juga mengawal, dua buah boneka bertubuh besar bernama ondel-ondel.
Di balik busana ondel-ondel itu, terdapat seorang anak yang usianya sekitar 10 tahun. Mereka berjalan dan tentunya sambil bergoyang melewati gang-gang sempit hingga jalan raya. Goyangan itu kini membuat boneka ondel-ondel terasa lebih humanis, humoris dan manis. Hehehe... Lucu rasanya mengingat dulu teman saya sering menangis jika melihat ondel-ondel karena wajahnya yang garang. Namun berkat anak-anak remaja itu, kesan ondel-ondel menjadi lebih menyenangkan.
Berbeda dengan pertunjukan aslinya, anak-anak itu tidak memainkan musik secara manual. Seperti yang sudah saya jelaskan, musik itu telah digantikan dengan kaset rekaman. Selain itu, jika dilihat dari sejarahnya, ondel-ondel adalah boneka untuk mengusir roh jahat. Namun pada zaman sekarang ini, generasi Z lebih mengenalnya sebagai pengamen jalanan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan budayawan.
Dilansir oleh tirto.id, Alwi Shahab, budayawan Betawi, menganggap penggunaan ondel-ondel sebagai media untuk mengamen dianggap kurang pantas. Sedangkan Embenk, salah satu budayawan yang juga pengrajin ondel-ondel, tidak masalah mengenai hal itu. Menurutnya penggunaan ondel-ondel sebagai media mengamen dapat meningkatkan popularitas di mata masyarakat luas serta wisatawan. Mengingat bahwa Jakarta merupakan “pusat” wilayah Indonesia. Lagi pula, menurutnya fungsi ondel-ondel sebagai tolak bala sudah tidak sesuai dengan keadaan zaman sekarang.
Lain lagi menurut J.J. Rizal. Sejarawan ini berpendapat bahwa ondel-ondel memang pada hakikatnya dapat digunakan untuk mengamen. Sebab, dengan berkelilingnya boneka setinggi 2,5 meter ini dipercaya dapat membuat kampung yang dilaluinya mendapatkan keberkahan dan dijauhkan dari bala. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, masyarakat akan menyawer boneka ini sebagai rasa terima kasih atas pengusiran roh jahat tersebut.
Kalau menurut kamu bagaimana, my luvvv?
Aku sih terserah Mas Anang.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Penipu Popok & Susu di Instagram
Saya ga mau panjang lebar, penipu tsb mengatasnamakan ULI ELISA dengan nomor rekening Bank BRI No.Rek: 0171-0101-4789-530. Nomor yg dipakai ...
-
ANALISIS PUISI-PUISI “IBU” PADA BUKU KUMPULAN PUISI MELIHAT API BEKERJA KARYA M AAN MASNYUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK Aprilia...
-
Sastra bandingan adalah studi perbandingan dua karya sastra atau lebih atau perbandingan karya sastra dengan bidang lain, misalnya filsafat...
-
Sastra (Sanskerta: शास्त्र , shastra ) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra , yang berarti "teks yang mengandung instru...