Aku adalah pena.
Sejak lahir, aku sudah berkawan dengan sebuah benda cair berwarna hitam.
Dia adalah tinta.
Kala itu, penciptaku memasukanku ke sebuah kotak yang terbuat dari kardus.
Entah kemana dia akan membawaku, tapi aku merasakan goncangan di dalam kardus itu.
Teman-temanku sepertinya tidak peduli kemana mereka akan pergi.
Tidak dengan aku.
Keesokan paginya, aku mendengar suara seseorang menyebut namaku.
"Bang, ada pena?"
"Pena?" tanya seorang yang lain.
"Pulpen, Bang," jawab orang yang satunya.
"Oh, ada, Neng. Mau warna apa?"
"Yang hitam,"
Kemudian kotakku diombang-ambing.
Lalu sebagian tubuhku dan tubuh teman-temanku di keluarkan.
Dan seseorang yang lain mengambilku seraya berkata, "Yang ini aja deh, Bang."
Aku dibawanya pergi.
Entah kemana tapi sepertinya itu rumahnya.
Dia membuka tutupku dan mulai menulis di atas sebuah kertas berwarna merah jambu.
"Dear Ayahanda,...."
Dia menulis kalimat itu di baris kedua kertas itu.
Semakin panjang ia menulis, aku merasakan keanehan pada bagian dalam tubuhku.
Segera aku menanyakan apa yang terjadi pada satu-satunya kawanku.
"Hai, Tinta. Apa baik-baik saja di dalam sana?"
"Tentu saja," jawab sahabatku itu.
"Sepertinya bagian tubuhmu dia buang di atas kertas itu. Kau yakin ini akan baik-baik saja?" tanyaku kebingungan.
"Haha.. Kau tak usah khawatir. Ini memang sudah tugasku," jawab Tinta.
"Oke, baiklah. Bicaralah jika dia menyakitimu,".
Berhari-hari kemudian, sang pemilikku selalu menulis dan terus menulis menggunakanku.
Sampai suatu hari dia menggoyang-goyangkan tubuhku ke atas dan ke bawah.
Sepertinya lebih mirip gerakan menggoncang-goncang.
Aku sangat takut.
"Apa yang dia lakukan pada kita, Tinta?" tanyaku kepada sahabatku.
"Pena, sebentar lagi diriku akan hilang dari tubuhmu.
Pemilik kita telah banyak menuangkanku ke atas kertas-kertasnya.
Inilah saatnya. Aku tidak bisa terus di dalam tubuhmu.
Selamat tinggal kawanku, terima kasih atas perlindungan yang engkau berikan.
Tanpamu mungkin aku sudah mengering dan tidak berguna."
"Apa maksudmu?" jawabku bingung.
"Aku memang diciptakan untuk mengisi kertas-kertas. Aku tidak pergi, Pena.
Aku hanya berpindah tempat,".
"Kau rela meninggalkanku? Kukira kita adalah sahabat,".
"Jika aku terus bersamamu, aku akan mengering dan tidak berguna. Suatu saat kau akan mengerti. Aku tak bisa berlama-lama menahan diri. Selamat tinggal," jawab Tinta.
Aku melihat bagaimana pemilikku menghabisinya.
Kemudian meninggalkannya.
Membiarkannya terjebak dalam lembaran-lembaran buku yang ia simpan di dalam tasnya.
Tak lama kemudian, dia mengeluarkan tinta yang baru.
Tapi bukan tinta yang dulu.
Bukan tinta sahabatku.
Kemudian aku mengerti.
Setiap hal memiliki masanya masing-masing.
Suatu hari nanti aku pasti akan dibuang juga.
Seperti halnya pena-pena yang lain.
Pemilikku akan mengganti aku dengan yang baru.
Seperti ia mengganti Tintaku dengan tinta yang lain.