Saturday, June 22, 2019

Pelanggaran Kode Etik Guru



Sejak usia dini, kerap kali guru menanyakan cita-cita muridnya. Kemudian murid tersebut akan menjawab beberapa profesi umum seperti menjadi dokter, insinyur, astronot, guru, dosen, dan lainnya. Profesi dapat digunakan untuk mengungkapkan sebuah pekerjaan atau urusan tertentu yang menuntut persiapan yang relatif lama di pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya. Setiap profesi memiliki kode etik tertentu sebagai tata cara, pola aturan, dan pedoman etis yang harus dipatuhi sebagai seorang yang profesional. Kode etik guru adalah norma, nilai dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
Salah satu kode etik seorang pengajar (guru) adalah guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. Namun pada kenyataannya banyak sekali ditemui kasus pencabulan murid yang dilakukan oleh gurunya sendiri. Parahnya, kasus tersebut bahkan menimpa seorang murid yang masih duduk di sekolah dasar. Pertama, hal ini melanggar kode etik karena melanggar norma sosial, budaya, moral, dan agama. Kedua, guru tersebut juga merendahkan harga diri murid dengan cara memanfaatkan profesinya untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan. Disebutkan dalam sebuah berita, bahwa murid yang menjadi korban perilaku tidak beretika tersebut mengalami trauma. Pelaku mungkin saja telah diberi hukuman, namun apakah efek jeranya akan sama seperti efek trauma yang dialami oleh korban?
Yang lebih mengerikan, di Indonesia, para pelaku masih mendapatkan perlindungan seperti kasus pelecehan seksual yang dialami oleh seorang mahasiswa. Hal itu sama sekali tidak sebanding dengan beban moral dan beban kejiwaan yang dialami oleh korban. Kejadian seperti ini terus berulang karena beberapa faktor, misalnya faktor internal. Pola pikir yang salah ini dikarenakan pendidikan seks kurang diperhatikan di Indonesia. Selain itu, kurangnya kesadaran pelaku akan hak-hak murid. Kemudian, tanggapan masyarakat Indonesia masih berputar-putar pada pola “salahkan pakaian korban” padahal kenyataannya banyak korban pelecehan seksual mengenakan pakaian yang sopan. Sekali lagi, hal ini membuat korban semakin tertekan. Belum lagi pihak penegak hukum yang masih menggunakan pertanyaan, “apakah ada dasar saling suka?”, yang menurut saya, sangat gila. Bagaimana mungkin seorang murid sekolah dasar menyukai dirinya dicabuli oleh seorang penjahat kelamin yang menyebut dirinya pahlawan tanpa tanda jasa?
Kasus-kasus seperti ini harus segera diberantas agar pendidikan di sekolah menjadi proses yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik. Seharusnya tidak ada lagi tempat mengajar untuk para pelaku, pelaku yang sudah tertangkap basah harus menerima konsekuensinya untuk tidak mengajar lagi. Karena guru yang seharusnya menjadi sosok yang digugu dan ditiru sudah tidak dapat mencerminkan perilaku yang baik.
Tidak seharusnya semangat anak-anak untuk mengenyam pendidikan patah karena kesalahan pendidiknya sendiri. Pelatihan untuk guru dan dosen mengenai kode etik ini rasanya perlu dikuatkan lagi agar hal-hal buruk seperti di atas tidak terulang kembali. Satu korban sama dengan hilangnya seribu cahaya bagi sebuah kehidupan. Pendidikan yang sesungguhnya bertujuan untuk membangun peradaban yang lebih baik, memajukan bangsa, dan meningkatkan kualitas manusia sebuah bangsa. Bukan sebaliknya.

No comments:

Post a Comment

Penipu Popok & Susu di Instagram

Saya ga mau panjang lebar, penipu tsb mengatasnamakan ULI ELISA dengan nomor rekening Bank BRI No.Rek: 0171-0101-4789-530. Nomor yg dipakai ...