Pengertian Resensi
Menurut KBBI jilid V, resensi adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Untuk meresensi suatu buku, kita harus membaca keseluruhan buku dengan kritis.
Tujuan Resensi
Karena tujuan meresensi buku itu sendiri bisa jadi media promosi bagi penulis, berdiskusi dengan pembaca lain, atau sekadar memberikan informasi maupun pertimbangan kepada pembaca mengenai isi dari buku tersebut.
Manfaat Resensi
Manfaat Resensi
Manfaat dari resensi itu sendiri adalah:
1. Dari sudut pandang pembaca: pembaca dapat menilai apakah buku tersebut layak untuk dibaca atau tidak.
2. Dari sudut penulis resensi: menggali kreatifitas dan kemampuan membaca kritis, serta bisa mendapatkan komisi apabila resensinya dimuat di media cetak atau elektronik,
3. Dari sudut pandang penulis: buku miliknya secara tidak langsung telah dipromosikan melalui resensi tersebut.
Jenis-Jenis Resensi
1. Resensi Informatif, resensi yang berisi informasi mengenai isi buku secara singkat dan umum dari keseluruhan isi buku.
2. Resensi Deskriptif, resensi yang lebih detail, membahas setiap bab.
3. Resensi Kritis, resensi yang membahas secara detail dengan metodologi ilmu.
Unsur-Unsur Resensi
1. Identitas Buku
- Judul buku
- Nama pengarang
- Penerbit
- Tahun terbit
- Ketebalan buku
- Nomor edisi
2. Ikhtisar Buku
Ikhtisar disusun berdasarkan pokok-pokok yang terkandung di dalam buku.
3. Kepengarangan
Pada bagian ini, biasanya terdiri dari latar belakang pengarang, karya-karya yang lain, keahlian, dll.
4. Keunggulan dan Kelemahan Buku
Keunggulan dan kelemahan buku biasanya dinalai dari unsur-unsur yang ada. Misalnya ketika meresnsi buku novel, berilah pandangan mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Bisa juga Anda sertakan penilaian terhadap kondisi fisik buku tersebut, mulai dari cover, penulisan, gaya bahasa, dll.
Contoh Resensi Deskriptif Buku Non Fiksi:
2.1. Resensi Buku
|
Sumber: Dokumen pribada penulis
Judul
Buku : Menyimak sebagai
suatu Keterampilan Berbahasa
Pengarang : Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan
Penerbit : Angkasa Bandung
Tahun
Terbit : Tahun 1968
Cetakan : Edisi Revisi 2014
Tebal
Halaman : x + 211 Halaman
Henry
Guntur Tarigan, lahir di Kabanjahe, Sumatra Utara pada tanggal 23 September
1933. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Padjadjaran pada usia 29 tahun. Kemudian melanjutkan studi pasca
sarjana Linguistik di Rijksuniversiteit Leiden Nederland (1971-1973). Meraih
gelar Doktor dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1975) dengan disertasi
berjudul Morfologi Bahasa Simalungun. Hingga saat ini menjabat sebagai pengajar
di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Bandung.
Menurut
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, menyimak sebagai keterampilan dasar harus
dimiliki oleh pendidik dan juga peserta didiknya. Buku tersebut lebih
menekankan pembahasan menyimak sebagai keterampilan berbasa seperti yang
terdapat pada judulnya. Secara umum, buku tersebut berisi keterampilan menyimak
serta kaitannya dengan keterampilan lain mulai dari pentingnya keterampilan
menyimak, korelasi keterampilan menyimak dengan tiga keterampilan berbahasa
lainnya, langkah dalam belajar dengan menyimak, prinsip dasar bahasa, hingga
dasa guna bahasa.
Dalam
bab ini, penulis akan memberikan tanggapan, komentar, serta penilaian terhadap
salah satu buku referensi wajib mata kuliah menyimak yang berjudul “Menyimak
sebagai suatu Keterampilan Berbahasa” karya Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan.
Pada
bab satu, di buku tersebut diuraikan ada empat keterampilan berbahasa yang
disebut dengan caturtunggal, yaitu:
a. Keterampilana
menyimak (listening skills)
b. Keterampilan
berbicara (speaking skills)
c. Keterampilan
membaca (reading skills)
d. Keterampilan
menulis (writing skills)
Melatih keterampilan berbahasa, berarti pula
melatih kemampuan berpikir (Dawson {et all}, 1963; Tarigan, 1985:1). Sehingga
seseorang yang kemampuan berbahasanya baik, akan berpengaruh baik pula kepada
kemampuan berpikirnya. Entah itu kemampuan menyimak, berbicara, membaca,
dan/atau menulis. Tak jarang kita lihat seorang pemimpin yang berwawasan luas
terlihat sangat hebat dalam berpidato di mimbar. Atau seorang penyair yang
menulis puisi dengan kata-kata yang indah. Tentu saja kedua contoh itu adalah
bukti bahwa adanya keselarasan antara kemampuan berbahasa dengan berpikir pada
diri seseorang, namun dalam diri tiap orang bisa jadi tidaklah sama.
Dalam buku tersebut diuraikan hubungan menyimak
dengan ketiga keterampilan yang lain. Serta ada pun belajar dengan menyimak
yang menurut Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan dapat dilakukan dengan jalan
menyimak, meniru, dan mempraktikkan. Seorang pendidik atau guru bahasa, harus
dapat mengetahui, memahami, serta menguasai aneka fungsi linguistik. Ada 8
prinsip linguistik yang merupakan hakikat dasar berbahasa:
a. Bahasa
adalah suatu sistem
b. Bahasa
adalah sebuah vokal
c. Bahasa
tersusun dari lambang-lambang
d. Setiap
bahasa bersifat unik
e. Bahasa
dibangun dari kebiasaan-kebiasaan
f. Bahasa
adalah sarana komunikasi
g. Bahasa
berhubungan dengan budaya setempat
h. Bahasa
berubah dan dinamis
Kemudian
pada bab dua dijabarkan tentang pengertian menyimak, tahapan menyimak menurut
ahli, jenis-jenis menulis, tujuan menyimak, hakikat menyimak, kemampuan
menyimak siswa, serta hal-hal yang perlu untuk disimak. Menurutnya, menyimak
adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang disampaikan
oleh pembicara melalui ujaran.
Dalam
buku tersebut, menyimak diklasifikasikan menjadi dua. Yaitu menyimak ekstensif
dan menyimak intensif. Beliau juga menjelaskan ada empat fungsi utama menyimak
atau yang biasa disebut catur-guna simak. Agar keempat fungsi tersebut dapat
dirasakan dengan baik, maka ada proses yang terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu:
a. Tahap
mendengar
b. Tahap
memahami
c. Tahap
menginterpretasi
d. Tahap
mengevaluasi
e. Tahap
menanggapi
Pada
bab tiga, dengan judul suasana menyimak, berisi materi tentang suasana defensif
atau bertahan, suasana suportif atau mendukung, upaya menjadi penyimak yang
menyimak dengan tepat guna, aneka kendala dalam menyimak, tipe perilaku dalam
kegiatan menyimak, dan langkah untuk meningkatkan kemampuan menyimak.
Menurutnya,
ada dua perilaku menyimak, yaitu menyimak faktual dan empatik. Dalam menyimak
faktual, otak kita berfungsi sebagai komputer yang memindahkan serta mengubah
materi dan membuatnya logis, masuk akal, dan mudah dipahami. Sedangkan dalam
menyimak empatik, kita memahami sikap psikolgis dan emosional pembicara dan
bagaimana sikap tersebut mempengaruhi ujarannya.
Pada
bab empat, penulis memperbincangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi
kegiatan menyimak, kebiasaan jelek dalam kegiatan menyimak, mengapa orang tidak
menyimak, kebiasaan umum menyimak yang baik, perilaku penyimak yang jelek, salah
paham, dan aneka masalah dalam menyimak. Aneka masalah itu adalah memprasangkai
pembicara, berpura-pura menaruh perhatian, kebingungan, pertimbangan yang
prematur, salah membuat catatan, hanya menyimak fakta-fakta, melamun, serta
beraksi secara emosional.
Menurut
Hunt (1981: 19-20) ada lima faktor yang memengaruhi menyimak, yakni:
a. Sikap
b. Motivasi
c. Pribadi
d. Situasi
kehidupan
e. Peranan
dalam masyarakat
Selanjutnya,
pada bab lima berisi tentang menyimak yang baik dalam kehidupan maupun
kurikulum, petunjuk, keterangan, pengumuman, percakapan dan dikusi sebagai
keterampilan berbahasa, laporan sebagai keterampilan berbahasa anak, sarana
kegiatan menyimak, hingga alasan seseorang menyimak.
Disebutkan
dalam salah satu sub bab mengenai golongan penyimak jelek (poor listeners) menurut Prof. Brown, yaitu:
a. Mereka
yang terlalu banyak mencatat secara terperinci.
b. Mereka
yang tidak sanggup menghadapi gangguan.
c. Mereka
yang berjiwa argumentatif.
d. Mereka
yang berpura-pura menarik perhatian.
e. Mereka
yang kurang menaruh perhatian pada materi yang dibicarakan dosen itu.
Selanjutnya, di bab enam berisi
pengalaman-pengalaman yang akan mempertinggi daya simak siswa melalui menyimak
konservatif, apresiasif, eksplorasif, dan konsentratif. Dalam hal ini, sikap
guru dapat turut serta mempertinggi daya simak siswanya. Misalnya seperti
memberikan latihan yang bersifat
imajinatif dengan tujuan siswa dapat terbimbing ke arah suatu inventaris
kebiasaan menyimak.
Yang
menarik menurut penulis, di bab ini juga dibahas kualifikasi guru menyimak menurut
Lado (1976:230); Finochioaro and Bonomo (1973:28) yang meliputi tiga tingkatan,
yaitu kualifikasi minimal, baik, dan baik sekali. Seorang guru dapat dikatakan
memiliki kualifikasi minimal apabila dia memiliki kemampuan untuk menangkap
pengertian tentang sesuatu yang dikatakan atau diucapkan penutur asli yang
terpelajar apabila dia mengucapkan secara haiti-hati dan berbicara secara
sederhana mengenai suatu pokok atau subjek yang umum. Sedangkan untuk
kualifikasi baik, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memahami
percakapan, pembicaraan yang mempunyai kecepatan yang sedang pada kuliah dan
ceramah, siaran berita pada radio dan televisi. Pada tingkat terakhir, seorang
guru baru bisa dikatakan kualifikasi baik sekali apabila memiliki kemampuan
untuk mengikuti dengan cepat dan teliti serta mudah memahami semua jenis ujaran
baku, seperti percakapan yang cepat atau percakapan kelompok, sandiwara, dan
bioskop.
Masih
di bab yang sama, Prof. Dr. Henyr Guntur Tarigan menjelaskan mengenai upaya
untuk menjadi penyimak yang efektifs serta aneka kaidah peningkatan menyimak. Menurutnya,
seorang guru haruslah menjadi teladan kepada muridnya dengan cara menyimak
tepat guna agar terhindar dari kendala-kendala dalam menyimak yang
mengakibatkan pesan yang disampaikan pembicara tidak dapat diterima dengan
sempurna. Ada pun cara mengatasi kendala menyimak adalah:
1) Jauhkan
sifat egosentris dalam kegiatan menyimak karana sifat ini jelas mengurangi
perhatian kepada pembicara.
2) Jangan
enggan untuk turut berpartisipasi dan terlibat dengan orang lain dalam kegiatan
diskusi yang melibatkan kita sebagai pembicara ataupun sebagai penyimak.
3) Jangan
takut dan khawatir bahwa komunikasi lisan dapat mengubah pendapat dan pikiran
kita.
4) Jangan
malu-malu dalam meminta penjelasan dari pembicara atau orang lain mengenai hal
yang belum kita pahami.
5) Jangan
terlalu lekas merasa puas dengan penampilan-penampilan luar pembicara; yang
perlu diperhatikan adalah pikiran, pendapat, gagasan, dan konsepnya menegenai
sesuatu.
6) Jangan
membuat pertimbangan-pertimbangan yang gegabah dan ceroboh terhadap makna
sesuatu yang dikemkakan oleh pembicara.
7) Hindarilah
sedapat mungkin kebingungan-kebingungan semantik, dengan cara bertanya kepada
orang lain atau mencari makna suatu kata baru atau asing dalam kamus.
Pendeknya: kosa kata harus diperkaya.
Selanjutnya
di bab terakhir, dijelaskan perbedaan antara duolog dan dialog. Duolog
merupakan suatu situasi kelompok dua orang atau kelompok kecil yang
masing-masing memperoleh giliran berbicara, tetapi tidak seorang pun menyimak.
Sedangkan kebalikannya, dialog menuntut ancangan atau pendekatan terbuka, suatu
kesudian menaruh perhatian kepada orang lain dan memberi responsi secara sopan
kepada mereka tanpa latihan dan ulangan.
Dibahas
pula hakikat perhatian dan teori-teori yang berkenaan dengan perhatian seperti
teori seleksi-responsi, teori saringan, dan teori seleksi masukan. Kemudian
ditutup dengan faktor pemengaruh perhatian menyimak dan yang paling penting
yaitu mengapa seseorang harus menyimak.
2.2. Kelebihan
Setelah
membaca seluruh buku “Menyimak sebagai suatu Keterampilan Berbahasa”, penulis
dapat menilai beberapa kelebihan dari buku tersebut di antaranya:
1) Cukup
lengkap untuk dijadikan referensi buku mahasiswa khususnya pada mata kuliah
keterampilan menyimak. Namun tidak menutup kemungkinan untuk masyarakat umum.
2) Pemilihan
dan penggunaan kata mudah dipahami. Sehingga pembaca tidak terbatas dari satu
kalangan saja.
3) Pengertian
suatu istilah dijelaskan secara terperinci sehingga memudahkan pembaca untuk
mengerti apa maksud dari istilah tersebut.
4) Materi-materi
dari bab satu hingga bab tujuh disajikan dengan perbandingan pendapat dari
beberapa ahli. Hal ini tentunya membuat pembaca dapat memahami sebuah materi
lebih dari satu sisi.
5) Terdapat
banyak gambar berupa bagan atau pola yang dapat mempermudah pemahaman pembaca
terhadap suatu materi.
6) Ukuran
buku kecil sehingga mempermudah dibawa kemana-mana dan dapat dibaca di mana
saja karena ukurannya sangat pas dengan tangan orang dewasa.
7) Daftar
pustaka yang dibuat di setiap akhir bab mempermudah pembaca untuk mencari
referensi buku bacaan yang berkaitan dengan bab yang dibahas.
8) Warna
sampul tidak begitu mencolok dan desain buku menarik serta mudah diingat.
2.3. Kekurangan
Selain
kelebihan yang telah penulis paparkan pada sub bab sebelumnya, buku “Menyimak
sebagai suatu Keterampilan Berbahasa” karya Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan juga
memiliki kekurangan dari hasil analisa penulis. Di antaranya:
1) Walaupun
setiap istilah baru dijelaskan dengan detail, namun di beberapa halaman ada
materi yang dijelaskan menggunakan kata yang bertele-tele dan berputar-putar
sehingga membuat pembaca bosan dan ingin langsung melewatkan halaman tersebut.
2) Buku
yang penulis baca merupakan edisi revisi tahun 2014. Namun, pada bab satu, ada
sebuah materi yang didukung oleh data hasil survei pada tahun 1926 dan 1950.
Alangkah baiknya bila disertakan pula hasil survei terbaru, sehingga
kemungkinan besar data baru akan lebih sesuai dengan keadaan di lapangan yang
sekarang.
3) Pada
halaman 13, penulis buku tersebut menuliskan hasil data penelitian namun tidak
disebutkan sumber data tersebut. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan
pembaca terhadap data tersebut.
4) Tidak
semua materi pada sub bab diberikan contoh yang relevan. Dan contoh yang ada
hanya mengulang contoh dari pembahasan sebelumnya.
5) Ada
beberapa kata yang penulisannya salah ketik, tidak sesuai format, serta tidak
efektif.
6) Dengan
adanya diagram atau pola, dapat mempermudah pembaca dalam memahami teks. Namun
diagram atau pola yang digunakan sifatnya monoton, hanya terpaku pada satu
bentuk saja. Menurut penulis, akan lebih baik apabila terdapat warna pada
beberapa diagram agar pembaca tidak bosan membaca buku tersebut.
7) Cetakan
buku kurang kokoh dan kertas mudah lepas jika dibaca berkali-kali.
No comments:
Post a Comment