Novel berjudul 'Dilan Bagian Kedua. Dia Adalah Dilanku Tahun 1991' merupakan lanjutan dari seri pertamanya 'Dilan. Dia Adalah Dilanku Tahun 1990' yang ditulis oleh Pidi Baiq atau yang akrab disapa Surayah oleh warga Twitter. Kedua novel itu berisi tentang kisah percintaan remaja Bandung bernama Milea dan Dilan. Kisahnya ditulis dengan apik oleh sang penulis banyak mendapatkan sambutan positif dari para pembaca. Bahkan ada beberapa netizen yang membuat akun pecinta Dilan di Twitter dan menge-Tweet kutipan-kutipan dari novel Surayah itu.
Nah, bagi kalian yang mau baper, berikut adalah beberapa kutipannya:
1. "Tujuan pacaran adalah untuk putus. Bisa karena menikah, bisa karena berpisah." — Pidi Baiq
2. "Aku tidak ingin mengekangmu, terserah! Bebas kemana engkau pergi! Asal aku ikut." — Pidi Baiq
3. KALAU
"Kalau limun menyegarkan, kamu lebih.
Kalau cokelat diisi kacang mete katanya enak, tapi kamu lebih.
Atau, ada roti diisi ikan tuna berbumbu daun kemangi, kamu lebih.
Kamu itu lebih sehat dari buah-buahan.
Tahu gak?
Lebih berwarna dari pelangi.
Lebih segar dari pagi.
Jadi, kamu harus mengerti, ya, aku menyukaimu sampai tujuh ratus turunan, ditambah 500 turunan lagi." — Dilan
4. "Kalau aku jadi presiden yang harus mencintai seluruh rakyatnya, aduh, maaf, aku pasti tidak bisa karena aku cuma suka Milea." — Dilan
5. "PR-ku adalah merindukanmu. Lebih kuat dari Matematika. Lebih luas dari Fisika. Lebih kerasa dari Biologi." — Dilan
6. "Ketika aku kehilangan seseorang yang sudah begitu dekat denganku, aku harus menghormati memorial itu. Menjadi hal penting bagi menciptakan warisan untuk meraih kebaikan hidup di masa depan sehingga kita bisa menerima kenangan dengan baik dan bukan malah dianggap sebagai pengganggu." — Milea
7. "Kalau dulu aku pernah berkata bahwa aku mencintai dirimu, maka kukira itu adalah sebuah pernyataan yang sudah cukup lengkap dan berlaku tidak hanya sampai di hari itu, melainkan juga di hari ini dan untuk selama-lamanya." — Milea
8. "Aku mencintaimu, biarlah, ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu!" — Milea
Sunday, July 24, 2016
Tintaku
Aku adalah pena.
Sejak lahir, aku sudah berkawan dengan sebuah benda cair berwarna hitam.
Dia adalah tinta.
Kala itu, penciptaku memasukanku ke sebuah kotak yang terbuat dari kardus.
Entah kemana dia akan membawaku, tapi aku merasakan goncangan di dalam kardus itu.
Teman-temanku sepertinya tidak peduli kemana mereka akan pergi.
Tidak dengan aku.
Keesokan paginya, aku mendengar suara seseorang menyebut namaku.
"Bang, ada pena?"
"Pena?" tanya seorang yang lain.
"Pulpen, Bang," jawab orang yang satunya.
"Oh, ada, Neng. Mau warna apa?"
"Yang hitam,"
Kemudian kotakku diombang-ambing.
Lalu sebagian tubuhku dan tubuh teman-temanku di keluarkan.
Dan seseorang yang lain mengambilku seraya berkata, "Yang ini aja deh, Bang."
Aku dibawanya pergi.
Entah kemana tapi sepertinya itu rumahnya.
Dia membuka tutupku dan mulai menulis di atas sebuah kertas berwarna merah jambu.
"Dear Ayahanda,...."
Dia menulis kalimat itu di baris kedua kertas itu.
Semakin panjang ia menulis, aku merasakan keanehan pada bagian dalam tubuhku.
Segera aku menanyakan apa yang terjadi pada satu-satunya kawanku.
"Hai, Tinta. Apa baik-baik saja di dalam sana?"
"Tentu saja," jawab sahabatku itu.
"Sepertinya bagian tubuhmu dia buang di atas kertas itu. Kau yakin ini akan baik-baik saja?" tanyaku kebingungan.
"Haha.. Kau tak usah khawatir. Ini memang sudah tugasku," jawab Tinta.
"Oke, baiklah. Bicaralah jika dia menyakitimu,".
Berhari-hari kemudian, sang pemilikku selalu menulis dan terus menulis menggunakanku.
Sampai suatu hari dia menggoyang-goyangkan tubuhku ke atas dan ke bawah.
Sepertinya lebih mirip gerakan menggoncang-goncang.
Aku sangat takut.
"Apa yang dia lakukan pada kita, Tinta?" tanyaku kepada sahabatku.
"Pena, sebentar lagi diriku akan hilang dari tubuhmu.
Pemilik kita telah banyak menuangkanku ke atas kertas-kertasnya.
Inilah saatnya. Aku tidak bisa terus di dalam tubuhmu.
Selamat tinggal kawanku, terima kasih atas perlindungan yang engkau berikan.
Tanpamu mungkin aku sudah mengering dan tidak berguna."
"Apa maksudmu?" jawabku bingung.
"Aku memang diciptakan untuk mengisi kertas-kertas. Aku tidak pergi, Pena.
Aku hanya berpindah tempat,".
"Kau rela meninggalkanku? Kukira kita adalah sahabat,".
"Jika aku terus bersamamu, aku akan mengering dan tidak berguna. Suatu saat kau akan mengerti. Aku tak bisa berlama-lama menahan diri. Selamat tinggal," jawab Tinta.
Aku melihat bagaimana pemilikku menghabisinya.
Kemudian meninggalkannya.
Membiarkannya terjebak dalam lembaran-lembaran buku yang ia simpan di dalam tasnya.
Tak lama kemudian, dia mengeluarkan tinta yang baru.
Tapi bukan tinta yang dulu.
Bukan tinta sahabatku.
Kemudian aku mengerti.
Setiap hal memiliki masanya masing-masing.
Suatu hari nanti aku pasti akan dibuang juga.
Seperti halnya pena-pena yang lain.
Pemilikku akan mengganti aku dengan yang baru.
Seperti ia mengganti Tintaku dengan tinta yang lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Penipu Popok & Susu di Instagram
Saya ga mau panjang lebar, penipu tsb mengatasnamakan ULI ELISA dengan nomor rekening Bank BRI No.Rek: 0171-0101-4789-530. Nomor yg dipakai ...
-
ANALISIS PUISI-PUISI “IBU” PADA BUKU KUMPULAN PUISI MELIHAT API BEKERJA KARYA M AAN MASNYUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN HERMENEUTIK Aprilia...
-
Sastra bandingan adalah studi perbandingan dua karya sastra atau lebih atau perbandingan karya sastra dengan bidang lain, misalnya filsafat...
-
Sastra (Sanskerta: शास्त्र , shastra ) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra , yang berarti "teks yang mengandung instru...